Berjima' (hubungan suami istri) memang menjadi ibadah tersendiri untuk orang yang sudah menikah, tetapi tahukan Anda kalau berjima' juga dilarang, dosa besar bahkan ada denda tertentu jika kita melakukannya di siang hari pada saat melaksankan puasa di bulan suci Ramadhan, yuk,,,,, simak baik2, berikut penjelasannya :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salah satu tindakan yang sangat tidak disukai adalah merusak kehormatan
bulan Ramadhan dengan cara membatalkan puasa dengan sengaja. Di mana
pembatalan itu dilakukan tanpa latar belakang udzur yang dibenarkan
secara syar'i dan seseorang secara sadar dan sengaja membatalkan
puasanya.
Tindakan itu termasuk dosa besar di sisi Allah SWT dan karena itu
dikenakan sanksi, selain mengqadha juga membayar fidyah menurut sebagian
ulama. Bahkan dikatakan bahwa menyengaja berbuka puasa di siang hari
tanpa udzur syar'i, tidak akan terbayar dosanya meski dengan berpuasa
sepanjang masa.
Siapa yangmembatalkan puasa 1 hari di bulan Ramadhan tanpa
rukhshah (keringanan) atau sakit, tidak akan tergantikan walaupun dengan
puasa selamanya, meski dia berpuasa. (HR Tirmizy, Abu Daud, Ibnu Majah, An-Nasai)
Dan akan lebih parah lagi apabila pembatalan puasa itu dilakukan
dengan cara berjima'.Dan kaffaratnya adalah dengan membebaskan budak,
atau berpuasa 2 bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 miskin.
Sebelum Jima' Membatalkan Puasa Terlebih Dahulu
Permasalah ini memang didekati dengan 2 pendekatan yang berbeda oleh
para ulama. Boleh kita bilang, setidaknya ada 2 versi pendapat.
1. Pendapat Jumhur
Jumhur ulama, dalam hal ini mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan
Al-Hanabilah, selain Asy-Syafi'iyah sepakat mengatakan bahwa membatalkan
puasa terlebih dahulu untuk tujuan berjima' di siang hari bulan
Ramadhan tetap terkena kaffarah ghalizhah.
Kaffarah Ghalizhah adalah kaffarah yang kita kenal, yaitu
memerdekakan budak, atau puasa 2 bulan berturut-turut, atau memberi
makan 60 fakir miskin.
Bagi mereka, pokoknya berjima' di bulan Ramadhan itu haram dan
mendatangkan kaffarah, baik dilakukan dalam keadaan berpuasa atau pun
tidak. Keduanya sama saja. Tidak ada perbedaan.
Selain itu, membatalkan puasa tanpa udzur syar'i juga merupakan dosa yang teramat besar, sebagaimana hadits di atas.
2. Pendapat Asy-Syafi'iyah
Yang sedikit berbeda dalam hal ini adalah mazhab Asy-Syafi'iyah.
Dalam mazhab ini, agar seseorang terkena kaffrat ghalizhah, diperlukan
14 syarat:
1. Sudah sejak malam berniat puasa. Maka bila sejak malam tidak
berniat puasa, lalu siangnya melakukan jima', tidak ada kewajiban
kaffarah ghalizhah.
2. Sengaja melakukan jima'. Seandainya dilakukan karena lupa, juga tidak ada kewajiban kaffrah ghalizhah.
3. Tidak terpaksa atau dipaksa. Maka seorang yang dipaksa untuk melakukannya tidak diwajibkan kaffarah ghalizhah.
4. Tahu keharaman jima' di siang hari Ramadhan. Seorang yang baru
masuk Islam dan belum tahu apa-apa ketentuan ini lalu melakukan jima' di
siang hari Ramadhan, terlapas dari kaffarah ghalizhah.
5. Jima' dilakukan pada saat puasa di bulan Ramadhan. Seadainya
dilakukan pada saat puasa selain Ramadhan, maka tidak ada kaffarah
ghalizhah.
6. Puasanya dirusak secara langsung oleh jima', bukan dengan
dibatalkan terlebih dahulu dengan makan atau minum. Sehingga bila
sebelum berjima', pasangan itu sama-sama makan dan minum untuk
membatalkan puasa, maka dalam mazhab ini keduanya tidak diwajibkan
membayar kaffarah ghalizhah.
7. Keadaannya berdosa dengan jima' tersebut, maka anak kecil yang
berpuasa lalu berjima', dia disebut tidak berdosa karena belum baligh,
maka tidak ada kaffarah ghalizhah atas dirinya. Demikian juga tidak
berlaku untuk orang yang musafir dan tidak ada kewajiban atas dirinya
untuk berpuasa, lalu dia melakukan jima'.
8. Dirinya yakin bahwa puasanya itu sah sebelum berjima'. Sedangkan
orang yang ragu-ragu apakah puasanya sah atau tidak sebelum berjima',
maka tidak ada kaffarah ghalizhah.
9. Tidak dalam keadaan salah, misalnya berjima' dengan menyangka
masih malam, ternyata sudah masuk waktu shubuh. Dalam kasus itu, jima'
yang dilakukan tidak mewajibkan kaffarah.
10. Tidak menjadi gila atau meninggal setelah jima'. Karena gila dan meninggal akan membatalkan kewajiban kaffarah ghalizhah.
11. Jima' yang dilakukannya datang dari dirinya sendiri. Seandainya
ada wanita memaksa berjima' tanpa keinginan apapundari dirinya, maka
tidak termasuk diwajibkan membayar kaffarah.
12. Jima' itu terjadi dengan masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan.
13. Jima' itu dilakukan pada faraj wanita, termasuk dubur (anus).
Sedangkan bila bukan pada faraj wanita dan dubur, seperti tangan dan
anggota tubuh lainnya, tidak termasuk jima'. Termasuk jima' meski yang
disetuuhui mayat wanita atau hewan. Dan termasuk jima' adalah liwath,
yaitu seks ala para homoseksual dan lesbian.
14. Yang diwajibkan membayar kaffrah hanya yang laki-laki, sedangkan perempun tidak diwajibkan.
Demikian sedikit penjelasan tentang perbedaan ulama dalam masalah
ini. Yang pasti, semua sepakat bahwa membatalkan puasa secara sengaja
tanpa alasan udzur syar'i adalah perbuatan dosa besar. Semua sepakat hal
itu. Mereka hanya berbeda pendapat, apakah ada kewajiban kaffarah atau
tidak dalam kasus ini.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar